Home » , » MENGHITUNG CADANGAN BATUBARA

MENGHITUNG CADANGAN BATUBARA

Posted by MINING ARCHIVE on Rabu, 15 April 2015

Image result for batubara
Sumber daya batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.
            Cadangan batubara (Coal Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah diketahui dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
            Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan geologi dan kajian kelayakan. Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu aspek geologi dan aspek ekonomi.
Klasifikasi sumber daya dan cadangan batubara yaitu:
1. Sumber Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal Resource)
Sumber daya batu bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
Sejumlah kelas sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan batubara yg diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama dibawah kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya, sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari distant outcrops, pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika eksplorasi menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan mengungkapkan informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan di klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi (identified resources).
2. Sumber Daya Batubara Tereka (inferred Coal Resource)
Sumber daya batu bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.
Titik pengamatan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari sumber daya tidak dapat diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.
3. Sumber Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal Resource)
Sumber daya batu bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik dari ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan alasan sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti gteologi dalam daerah antara 0,4 km – 1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sib bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.
4. Sumber Daya Batubara Terukur (Measured Coal Resourced)
Sumber daya batu bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau bagian dari daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat–syarat yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.
Densitas dan kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan penafsiran ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.















Terkira
(Inferred)
Terindikasi
(Indicated)
Terukur
(Measured)
Tertambang Insitu
(Mineable insitu)
Terperoleh
(Recoverable)
Terpasarkan
(Marketable)
Strategi Eksplorasi
Mining Losses
Prediksi Processing
Losses
Sumberdaya
(Resources)
Cadangan
(Reserves)
Text Box: Tahapan Eksplorasi 









Gambar 1.1 Hubungan antara sumberdaya dan cadangan (Australian Code for Reporting Identified Resources and Reserves, 1996)


II.1 Aspek-Aspek Dalam Evaluasi Cadangan
            Evaluasi cadangan batubara ini merupakan pekerjaan (tahap) lanjutan dari hasil Pemodelan Sumberdaya Batubara. Pada tahapan ini mulai diterapkan (diidentifikasikan) batasan-batasan teknis maupun ekonomis yang dapat menjadi pembatas dari model sumberdaya batubara yang telah diterapkan (dimodelkan) sebelumnya. Selain itu, pada tahapan ini diharapkan telah dapat dikuantifikasi jumlah batubara yang realistis dan layak yang dapat diperoleh melalui penambangan dengan metoda & sistem penambangan yang dipilih sesuai dengan model sumberdaya yang telah diketahui. Secara umum, aspek-aspek penting yang akan diuraikan & dipelajari adalah sebagai berikut :
ü  Penentuan & pemilihan pit potensial
ü   Konsep nisbah kupas (stripping ratio)
ü   Faktor-faktor pembatas dan losses
ü   Metode-metode perhitungan cadangan batubara
ü   Konsep optimasi jumlah cadangan tertambang.

Beberapa pengertian/definisi dasar yang berhubungan dengan evaluasi cadangan batubara (diadopsi dari : geological survey circular 891, 1983) adalah :
ü  Coal (batubara) : suatu batuan yang dapat terbakar yang tersusun lebih dari 50% berat (lebih dari 70% volume) material karbonan (carbonaceous), termasuk inherent moisture yang terbentuk material (bagian) tumbuhan yang telah mengalami kompaksi, perubahan fisik-kimia oleh panas & tekanan dalam skala waktu geologi.
ü  Coal bed (seam) : seluruh lapisan (batubara dan parting) yang terdapat diantara batas roof (atap) dan floor (lantai).
ü  Bone coal (bone) : impure coal yang mengandung banyak lempung atau material-material detrital berukuran halus dan kadang-kadang dikonotasikan dengan istilah silty coal atau shally coal atau sandy coal.
ü  Impure coal (coaly) : suatu batubara (coal) yang mengandung lebih dari 33% berat abu dan dapat diasosiasikan sebagai parting dalam suatu lapisan (seam) batubara.
ü  High ash coal : batubara yang mengandung lebih dari 15% abu dalam basis as-received.
ü  High sulfur coal : batubara yang mengandung lebih dari 3% sulfur dalam basis as-received.
ü  Recoverable coal : batubara yang dapat/bisa diekstrak dari suatu lapisan batubara pada saat penambangan. Term “Recoverable” ini biasanya dikombinasikan dengan sumberdaya (resources) bukan dengan cadangan (reserve).
ü  Mineable coal : kapasitas (jumlah) cadangan batubara yang dapat ditambang (tertambang) pada kondisi teknologi penambangan sekarang, dengan telah mempertimbangkan faktor lingkungan, hukum & perundang-undangan serta peraturan yang berlaku (legalitas), serta kebijakan pemerintah yang diterapkan.

Untuk ketebalan, penyebaran lapisan batubara, serta evaluasi cadangan, beberapa catatan khusus yang perlu diperhatikan adalah :
-          Suatu penentuan ketebalan batubara belum dapat dikatakan komplit (valid) jika :
a.  Pengukuran tebal dilakukan pada singkapan dimana batuan disekitarnya memperlihatkan gejala slumping,
b. Pengukuran tebal dilakukan pada suatu singkapan batubara yang lapuk (tidak segar),
c. Pengukuran tebal dilakukan pada titik bor yang tidak menembus dengan baik roof & floor lapisan batubara,
d. Pengukuran tebal dilakukan pada daerah yang diketahui mengalami erosi bidang pada roof/floor lapisan batubara,
e. Pengukuran tebal dilakukan dengan cara membuat channel pada suatu lapisan batubara, namun diketahui lapisan tersebut telah mengalami perubahan letak (perpindahan) atau pada bongkah.
- Tingkat keyakinan geologi terhadap model sumberdaya yang dikonstruksi : a.Jarak antar titik informasi,
b. Konsep dalam pengkorelasian batubara,
c. Tingkat ketelitian (detil) dalam mengidentifikasikan struktur geologi.
- Derajat kelayakan ekonomis suatu pembukaan tambang batubara dipengaruhi oleh :
ü   ketebalan lapisan batubara & overburden,
ü   rank dan kualitas batubara,
ü  biaya (cost) penambangan,
ü  perkiraan harga jual batubara,
ü  serta perkiraan (target) keuntungan.

II.1.1 Penentuan dan Pemilihan Pit
            Penentuan & pemilihan pit potensial merupakan sebagai langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan untuk dapat memperkirakan/memprediksi suatu areal sumberdaya batubara yang potensial untuk nantinya akan dikembangkan menjadi suatu lokasi pit penambangan. Data-data awal yang diperlukan merupakan data-data yang
diperoleh/dihasilkan pada saat melakukan model sumberdaya, yaitu
-           Peta topografi : untuk mengetahui (melihat) variasi topografi
            (terutama daerah tinggian – lembah).
-          Peta geologi lokal : untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran &
            kemenerusan lapisan batubara, serta pola struktur geologi.
-          Peta iso-ketebalan : untuk mengetahui variasi ketebalan dari
            batubara, sehingga jika disyaratkan ketebalan minimum yang akan
            dihitung, maka peta ini dapat digunakan sebagai faktor pembatas.
-          Peta elevasi top (atap / roof) batubara ; untuk mengetahui pola
            kemenerusan lapisan batubara.

            Langkah awal yang dilakukan untuk penentuan pit potensial ini adalah membuat (mengkonstruksi) peta iso-overburden, yaitu dengan cara melakukan overlay antara peta struktur roof (elevasi top) batubara dengan peta topografi (Gambar 2.1). Nilai kontur pada peta iso-overburden merupakan refleksi dari ketebalan overburden. Peta iso-overburden secara umum (gamblang) dapat menggambarkan (merefleksikan) kondisi sebaran batubara terhadap variasi topografi pada areal tertentu.

Gambar 2.1 Sketsa konstruksi peta iso-overburden

II.1.2 Konsep Nisbah Kupas (Stripping Ratio)
            Ketebalan lapisan batubara dan ketebalan tanah penutup (overburden) merupakan faktor utama yang mengontrol kelayakan suatu pembukaan tambang batubara. Pengetahuan jumlah (kuantitas) batubara dan jumlah batuan penutup
yang harus dipindahkan untuk mendapatkan perunit batubara sesuai dengan metoda penambangan merupakan konsep dasar dari Nisbah Kupas (Stripping Ratio). Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan sebagai “Perbandingan jumlah volume tanah penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton batubara”.
Faktor rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting dalam perumusan nilai Stripping Ratio. Batubara dengan harga jual yang tinggi akan memberikan Nisbah Kupas yang lebih baik daripada batubara dengan harga jual yang rendah. Dalam pemodelan sumberdaya, faktor ini dapat direfleksikan sebagai dasar untuk perhitungan (penaksiran) jumlah cadangan batubara. Dalam Geological Survei Circular 891, 1983., ada beberapa konsep mendasar yang dapat dipahami, antara lain :
a. Ketebalan batubara minimum yang dapat diperhitungkan sebagai
cadangan :
-          Untuk batubara antrasit & bituminous : ketebalan minimum
            adalah 70 cm dengan kedalaman maksimum 300 m.
-           Untuk batubara sub-bituminous : ketebalan minimum adalah 1,5
m dengan kedalaman maksimum 300 m.
-          Untuk lignit : ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 150 m. Kedalaman maksimum ini telah memasukkan pertimbangan jika penambangan diteruskan dengan metoda penambangan bawah tanah.
b. Interval ketebalan overburden yang disarankan untuk pelaporan
perhitungan cadangan, adalah :
-          Tonase batubara dengan ketebalan overburden 0 – 30 m,
-          Tonase batubara dengan ketebalan overburden 30 – 60 m,
-          Tonase batubara dengan ketebalan overburden 60 – 150 m,
c. Recovery factor : suatu angka yang menyatakan perolehan batubara yang dapat ditambang (dengan metoda stip mining, auger mining, atau underground mining) terhadap jumlah cadangan yang telah diperhitungkan sebelumnya.

Beberapa parameter ekonomi yang diperlukan untuk penentuan stripping ratio yang masih ekonomis (Break Even Stripping Ratio), adalah :



II.1.3 Faktor-Faktor Pembatas Dalam Penentuan Cadangan Tertambang
            Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tidak mungkin akan diperoleh cadangan tertambang 100% dari cadangan insitu, dimana akan terjadi dilution sepanjang tahap penambangan. Sebelum mulai menghitung suatu nilai cadangan tertambang, maka ada 2 (dua) faktor utama yang harus dikuantifikasi, yaitu Faktor Pembatas Cadangan dan Faktor Losses.
a. Faktor-faktor pembatas suatu cadangan
-          Minimum ketebalan lapisan batubara, hal ini berhubungan dengan teknik penambangan & stripping ratio, maksimum ketebalan tanah penutup, hal ini berhubungan dengan nilai stripping ratio.
-          Maksimum stripping ratio, hal ini berhubungan dengan nilai atau tingkat kelayakan penambangan.
-          Maksimum kemiringan lapisan batubara, hal ini akan berhubungan dengan teknologi penambangan dan nilai stripping ratio.
-          Minimum (%) yield proses untuk mendapatkan batubara bersih, yaitu kalau diperkirakan akan dilakukan proses pencucian.
-          Maksimum kandungan abu, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
-          Maksimum kandungan sulfur, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
-          Batasan alamiah – geografis, yaitu berhubungan dengan batasanbatasan alam yang harus diperhatikan, seperti adanya sungai besar, daerah konservasi alam, atau adanya jalan negara, atau adanya suatu areal tertentu yang tidak mungkin dipindahkan.
-          Batasan alamiah – geologi, yaitu berhubungan dengan batasanbatasan geologi, seperti adanya sesar, intrusi, dll.
b. Faktor Losses
Yaitu faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan
geologi maupun akibat teknis penambangan. Beberapa faktor losses
adalah :
-          Geological Losses, yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi ketebalan, parting, maupun pada saat pengkorelasian lapisan batubara.
-          Mining Losses, yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, seperti faktor alat, faktor safety, dll.
-          Processing Losses, yaitu faktor kehilangan (recovey/yield) akibat diterapkannya metoda pencucian batubara atau kehilangan pada proses lanjut di Stockpile.
Faktor-faktor pembatas pada umumnya sudah cukup jelas. Dalam penerapannya, faktor-faktor pembatas tersebut akan menjadi Pit Limit dalam panambangan. Sedangkan faktor-faktor losses diterapkan pada saat proses perhitungan cadangan, dan dapat dikuantifikasi besar nilai losses tersebut.
Berikut akan diuraikan contoh cara pengkuantifikasian faktor losses tersebut.
a. Geological Losses
- Biasanya untuk kemudahan, langsung diambil nilai umum yaitu 5 - 10%.
- Namun dapat juga dengan memperhatikan pola variasi ketebalan batubara, yaitu dengan bantuan analisis statistik.
Parameter statistik yang dapat digunakan adalah :
-          standard deviasi,
-          koefisien variasi, atau standard error


b. Mining Losses
            Secara umum, untuk metoda Strip Mining digunakan mining losses sebesar 10%, sedangkan untuk tambang bawah tanah digunakan mining losses sebesar 40-50% yaitu (metoda Long Wall mempunyai Recovery 60-70%, metoda Room & Pillar mempunyai Recovery 50-60%), untuk auger mining digunakan mining losses sebesar 60-70% (atau Recovery 30-40% sesuai dengan spesifikasi perlatannya). Untuk metoda Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan ketebalan lapisan yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof & 10 cm pada floor. Jika ketebalan lapisan hanya 1 m, maka Mining Losses = 20%., sedangkan jika ketebalan lapisan adalah 2 m maka Mining Losses = 10%., dan jika ketebalan lapisan adalah 5 m maka Mining Losses = 4%. Processing Losses (yield), sangat tergantung pada hasil uji ketercucian (washability test), dimana harga perolehan (yield) ditentukan dari hasil uji tersebut.

II.2 Perhitungan Cadangan Batubara
            Batubara merupakan endapan dengan tingkat homogenitas yang tinggi, maka untuk perhitungan cadangan dapat diterapkan metoda konvensional (klasik) dengan tingkat ketelitian yang cukup baik. Untuk tujuan praktis, metoda penampang dapat diterapkan untuk perhitungan jumlah cadangan tertambang.

II.2.1 Perhitungan Cadangan Dengan Metode Penampang
            Pada prinsipnya, perhitungan cadangan dengan menggunakan metoda penampang ini adalah mengkuantifikasikan cadangan pada suatu areal dengan membuat penampang-penampang yang representatif dan dapat mewakili model endapan pada daerah tersebut. Pada masing-masing penampang akan diperoleh (diketahui) luas batubara dan luas overburden. Volume batubara & overburden dapat diketahui dengan mengalikan luas terhadap jarak pengaruh penampang tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan 1 (satu) penampang, atau 2 (dua) penampang, atau 3 (tiga) penampang, atau juga dengan rangkaian banyak penampang:
a. Dengan menggunakan 1 (satu) penampang
Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang mempunyai daerah pengaruh hanya terhadap penampang yang dihitung saja (lihat Gambar 2.2).


Gambar 2.2 Jarak pengaruh sebuah penampang

Volume = (A x d1) + (A x d2)
dimana : A = luas overburden
d1 = jarak pengaruh penampang ke arah 1
d2 = jarak pengaruh penampang ke arah 2
Volume yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh penampang tersebut. Jika penampang tunggal tersebut merupakan penampang korelasi lubang bor, maka akan merefleksikan suatu bentuk poligon dengan jarak pengaruh penampang sesuai dengan daerah pengaruh titik bor (poligon) tersebut.

b. Dengan menggunakan 2 (dua) penampang
Cara ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada areal di antara 2 penampang tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah variasi (perbedaan) dimensi antara kedua penampang tersebut. Jika tidak terlalu berbeda (Gambar 4a), maka dapat digunakan rumus mean area & rumus kerucut terpancung, tetapi jika perbedaannya terlalu besar (Gambar 4b) maka digunakan rumus obelisk.

Gambar 2.3 Penampang untuk rumus mean area & kerucut terpancung

dimana A1 dan A2 adalah luasan penampang 1 & 2, dan d adalah jarak antar penampang.


Gambar 2.4 Penampang untuk rumus obelisk


c. Dengan menggunakan 3 (tiga) penampang
Metoda 3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya variasi (kontras) pada areal di antara 2 (dua) penampang, maka perlu ditambahkan penampang antara untuk mereduksi kesalahan (Gambar 2.5).
Untuk menghitungnya digunakan rumus prismoida:

Gambar 2.5 Kondisi penggunaan metoda 3 penampang

dimana A1 & A3 adalah luas penampang 1 & 3, A2 adalah luas penampang antara.


II.2.2 Metode USGS 1984
            Data yang digunakan dalam penghitungan hanya berupa data singkapan, maka metode yang digunakan untuk penghitungan sumber daya daerah penelitian adalah metode Circular (USGS) (Gambar 2.6)
Gambar 2.6 Aturan Penghitungan Sumberdaya Batubara dengan Metode Circular (USGS) (Wood et al., 1983)

Penghitungan sumber daya batubara menurut USGS dapat dihitung dengan rumus
Tonnase batubara = A x B x C, dimana:
A = bobot ketebalan rata-rata batubara dalam inci, feet, cm atau meter
B = berat batubara per stuan volume yang sesuai atau metric ton.
C = area batubara dalam acre atau hektar
Kemiringan lapisan batubara juga memberikan pengaruh dalam perhitungan sumber daya batubara. Bila lapisan batubara memiliki kemiringan yang berbeda-beda, maka perhitungan dilakukan secara terpisah.
1.      Kemiringan 00 – 100
Perhitungan Tonase dilakukan langsung dengan menggunakan rumus Tonnase = ketebalan batubara x berat jenis batubara x area batubara
2.      Kemiringan 100 – 300
Untuk kemiringan 100 – 300, tonase batubara harus dibagi dengan nilai cosinus kemiringan lapisan batubara.
3.      Kemiringan > 300
Untuk kemiringan > 300, tonase batubara dikali dengan nilai cosinus kemiringan lapisan batubara.

II. 2.3 Metode Mean Area

            Metode ini memerlukan  data primer berupa: data titik bor, data   kualitas batubara, overallslope, lebar mineflor, striping ratio, geogicall loose, mining recovery, processing recovery. Sedangkan data sekunder berupa : peta topografi skala 1 : 4000, peta geologi daerah penelitian skala 1 : 100000, geologi lokal. Metode mean area ini terdiri dari beberapa langkah yang harus dilakukan, meliputi: pembuatan penampang log bor, penentuan kedudukan batubara, pembuatan iso struktur top dan bottom batubara, pembuatan cropline, pembuatan peta kualitas batubara (kalori, sulfur dan ash), perhitungan cadangan yang meliputi : pembuatan sayatan, pembuatan penampang, perhitungan tonase serta striping ratio. Pembuatan garis sayatan  dan penampang sayatan  menggunakan bantuan software autocad  land development dimana jarak tiap penampang 20 m. Perhitungan volume batubara dan overburden menggunakan metode mean area, yaitu dengan mencari volume dari batubara, yang diperoleh dari rata-rata (mean) luas area dikalikan dengan jarak penampang, selanjutnya didapatkan tonase dari batubara dengan mengkalikan volume dengan berat jenis batubara, faktor geologi, mining recovery, dan processeding recovery. Sehingga diperoleh nilai dari Striping ratio yaitu perbandingan antara volume overburden dengan cadangan batubara.

Gambar 2.7 Penampang menggunakan metode Mean Area



II.2.4 Metode Cross Section
            Masih sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari perhitungan. Hasil perhitungan secara manual ini dapat dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih canggih dengan menggunakan komputer.
          Rumus prismoida :                                             
           V      = (S1 + 4M + S2) L  .........................................               (2.1)
                                                    6
        
Keterangan :
S1,S2    = Luas penampang ujung
M         = Luas penampang tengah
L          = Jarak antara S1 dan S2
V          = Volume











Gambar 2.8 Sketsa Perhitungan Volume Rumus Prismoida
Rumus kerucut terpancung :
... ..............................    (2.2)
            Keterangan :
          S1          = Luas penampang atas
            S2        = Luas penampang alas
            L          = Jarak antar S1 dan S2
            V         = Volume









Gambar 2.9 Sketsa Perhitungan Volume Rumus Kerucut Terpancung
                         
          Rumus luas rata-rata (mean area)
       ............................................ (2.3)
Keterangan :
S1,S2    = Luas penampang
L          = Jarak antar penampang
V         = Volume cadangan












                                                                                             S1                                

                                                                                                    
                                                                            L      
                                                     
           
            Gambar 2.10 Sketsa Perhitungan Volume dengan Rumus Mean Area
Untuk menghitung luas penampang digunakan penggabungan metode simpson 1/3 dan simpson 3/8.
Lsimp1/3  = h/3 (f0+fn) + h/3 (4f1+4f3+4f5+...+4fn-1) + h/3 (2f2+2f4+2f6+...+2fn-2)
      h/3 (f0+fn) + 4h/3 (f1+f3+f5+...+fn-1) + 2h/3 (f2+f4+f6+...+fn-2)
Lsimp1/3 = h/3 ( f0 + 4 ∑ f ganjil + 2 ∑ f genap + fn ) ............... (2.4)
Lsimp3/8  = h/8 (f0+fn) + h/8 (3f1+3f3+3f5+...+3fn-1) + h/8 (3f2+3f4+3f6+...+3fn-2)
      h/8 (f0+fn) + 3h/8 (f1+f3+f5+...+fn-1) + 3h/8 (f2+f4+f6+...+fn-2)
Lsimp3/8 = h/8 ( f0 + 3f ganjil + 3f genap + fn ) ............... (2.5)





                                                                                                 

                                                                                                           h                                                                                                                                                       fo    f1   f2    f3          

Gambar 2.11 Sketsa Perhitungan Luas Penampang
Sedangkan, untuk menghitung tonase digunakan rumus :

            T = V x Bj   ............................................................................   (2.6)
Keterangan :
T          = Tonase (Ton)
V          = Volume (m3 )
            Bj        = Berat Jenis (Ton/m3)

II.2.5 Metode Isoline (Metode Kontur)
Metoda ini dipakai untuk digunakan pada endapan batubara dimana ketebalan dan kadar mengecil dari tengah ke tepi endapan.



                                    Gambar 2.12 Sketsa topografi metode isoline

Volume dapat dihitung dengan cara menghitung luas daerah yang terdapat di dalam batas kontur, kemudian mempergunakan prosedur-prosedur yang umum dikenal.
Kadar rata-rata dapat dihitung dengan cara membuat peta kontur, kemudian mengadakan weighting dari masing-masing luas daerah dengan contour grade.

......................   (.27)


           
            go    =   kadar minimum dari batubara
            g     =  interval kadar yang konstan antara dua kontur
            Ao   =   luas endapan dengan kadar  go  dan lebih tinggi
            A1   =   luas endapan batubara dengan kadar  go + g  dan lebih tinggi
            A2   =   luas endapan batubara dengan kadar  go + 2g  dan lebih tinggi,                                                dst.
Bila kondisi mineralisasi tidak teratur maka akan muncul masalah. Hal ini dapat dijelaskan melalui contoh berikut ini (Seimahura, 1998).


                        Gambar 2.13 Kontur mineralisasi yang tidak merata
Di dalam hal ini :
...... (2.8)



II.2.6 Metode Krigging

            Kriging yaitu suatu teknik perhitungan untuk estimasi atau simulasi dari suatu variabel terregional (regionalized variable) yang memakai pendekatan bahwa data yang dianalisis dianggap sebagai suatu realisasi dari suatu variabel acak (random variable), dan keseluruhan variable acak dalam daerah yang dianalisis tersebut akan membentuk suatu fungsi acak dengan menggunakan model struktural variogram atau kovariogram (Dr. Ir. Rukmana Nugraha Adhi, 1998).
Kriging adalah penaksiran geostatistik linier tak bias yang paling bagus untuk mengestimasi kadar blok karena menghasilkan varians estimasi minimum ’ BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). (Dr. Ir. Totok Darijanto, 2003). Kriging diambil dari nama seorang pakar geostatistik dari Afrika Selatan yaitu D.G Krige yang telah banyak memikirkan hal tersebut sejak tahun 50an.
Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi conto di sekitar blok serta model variogramnya.

Perhitungan dengan metoda kriging ini kadang-kadang terlalu kompleks untuk suatu komoditi tertentu. Hal ini sangat bermanfaat jika dilakukan pada penentuan cadangan-cadangan yang mineable dengan kadar-kadar di atas cut off grade.
Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi conto di sekitar blok serta model variogramnya. 


1 komentar:

.comment-content a {display: none;}