Sumber daya
batubara (Coal Resources) adalah bagian dari endapan batubara yang
diharapkan dapat dimanfaatkan. Sumber daya batu bara ini dibagi dalam
kelas-kelas sumber daya berdasarkan tingkat keyakinan geologi yang ditentukan
secara kualitatif oleh kondisi geologi/tingkat kompleksitas dan secara
kuantitatif oleh jarak titik informasi. Sumberdaya ini dapat meningkat menjadi
cadangan apabila setelah dilakukan kajian kelayakan dinyatakan layak.
Cadangan batubara (Coal
Reserves) adalah bagian dari sumber daya batubara yang telah diketahui
dimensi, sebaran kuantitas, dan kualitasnya, yang pada saat pengkajian
kelayakan dinyatakan layak untuk ditambang.
Klasifikasi sumber daya dan cadangan
batubara didasarkan pada tingkat keyakinan geologi dan kajian kelayakan.
Pengelompokan tersebut mengandung dua aspek, yaitu aspek geologi dan aspek
ekonomi.
Klasifikasi
sumber daya dan cadangan batubara yaitu:
1. Sumber
Daya Batubara Hipotetik (Hypothetical Coal
Resource)
Sumber daya batu
bara hipotetik adalah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari daerah
penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat yang
ditetapkan untuk tahap penyelidikan survei tinjau.
Sejumlah kelas
sumber daya yang belum ditemukan yang sama dengan cadangan batubara yg
diharapkan mungkin ada di daerah atau wilayah batubara yang sama dibawah
kondisi geologi atau perluasan dari sumberdaya batubara tereka. Pada umumnya,
sumberdaya berada pada daerah dimana titik-titik sampling dan pengukuran serat
bukti untuk ketebalan dan keberadaan batubara diambil dari distant outcrops,
pertambangan, lubang-lubang galian, serta sumur-sumur. Jika eksplorasi
menyatakan bahwa kebenaran dari hipotesis sumberdaya dan mengungkapkan
informasi yg cukup tentang kualitasnya, jumlah serta rank, maka mereka akan di
klasifikasikan kembali sebagai sumber daya teridentifikasi (identified
resources).
2. Sumber
Daya Batubara Tereka (inferred Coal
Resource)
Sumber daya batu
bara tereka adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan untuk tahap penyelidikan prospeksi.
Titik pengamatan
mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga penilaian dari sumber daya tidak dapat
diandalkan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah
penutup, rank, dan kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan
bukti geologi dalam daerah antara 1,2 km – 4,8 km. termasuk antrasit dan
bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75
cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm atau lebih.
3. Sumber
Daya Batubara Tertunjuk (Indicated Coal
Resource)
Sumber daya batu
bara tertunjuk adalah jumlah batu bara di daerah penyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat-syarat
yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi pendahuluan.
Densitas dan
kualitas titik pengamatan cukup untuk melakukan penafsiran secara relistik dari
ketebalan, kualitas, kedalaman, dan jumlah insitu batubara dan dengan alasan
sumber daya yang ditafsir tidak akan mempunyai variasi yang cukup besar jika
eksplorasi yang lebih detail dilakukan. Daerah sumber daya ini ditentukan dari
proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan kualitas data dari titik
pengukuran dan sampling berdasarkan bukti gteologi dalam daerah antara 0,4 km –
1,2 km. termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm atau lebih, sib
bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan ketebalan 150 cm.
4. Sumber
Daya Batubara Terukur (Measured Coal
Resourced)
Sumber daya batu
bara terukur adalah jumlah batu bara di daerah peyelidikan atau bagian dari
daerah penyelidikan, yang dihitung berdasarkan data yang memenuhi syarat–syarat
yang ditetapkan untuk tahap eksplorasi rinci.
Densitas dan
kualitas titik pengamatan cukup untuk diandalkan untuk melakukan penafsiran
ketebalan batubara, kualitas, kedalaman, dan jumlah batubara insitu. Daerah
sumber daya ini ditentukan dari proyeksi ketebalan dan tanah penutup, rank, dan
kualitas data dari titik pengukuran dan sampling berdasarkan bukti geologi
dalam radius 0,4 km. Termasuk antrasit dan bituminus dengan ketebalan 35 cm
atau lebih, sub bituminus dengan ketebalan 75 cm atau lebih, lignit dengan
ketebalan 150 cm.
Terkira
(Inferred)
|
Terindikasi
(Indicated)
|
Terukur
(Measured)
|
Tertambang Insitu
(Mineable insitu)
|
Terperoleh
(Recoverable)
|
Terpasarkan
(Marketable)
|
Strategi Eksplorasi
|
Mining Losses
|
Prediksi Processing
Losses
|
Sumberdaya
(Resources)
|
Cadangan
(Reserves)
|
Gambar
1.1 Hubungan antara sumberdaya dan
cadangan (Australian Code for Reporting Identified Resources and Reserves,
1996)
II.1 Aspek-Aspek Dalam Evaluasi
Cadangan
Evaluasi cadangan batubara
ini merupakan pekerjaan (tahap) lanjutan dari hasil Pemodelan Sumberdaya
Batubara. Pada tahapan ini mulai diterapkan (diidentifikasikan) batasan-batasan
teknis maupun ekonomis yang dapat menjadi pembatas dari model sumberdaya batubara
yang telah diterapkan (dimodelkan) sebelumnya. Selain itu, pada tahapan ini diharapkan
telah dapat dikuantifikasi jumlah batubara yang realistis dan layak yang dapat
diperoleh melalui penambangan dengan metoda & sistem penambangan yang
dipilih sesuai dengan model sumberdaya yang telah diketahui. Secara umum,
aspek-aspek penting yang akan diuraikan & dipelajari adalah sebagai berikut
:
ü Penentuan
& pemilihan pit potensial
ü Konsep
nisbah kupas (stripping ratio)
ü Faktor-faktor
pembatas dan losses
ü Metode-metode
perhitungan cadangan batubara
ü Konsep
optimasi jumlah cadangan tertambang.
Beberapa
pengertian/definisi dasar yang berhubungan dengan evaluasi cadangan batubara
(diadopsi dari : geological survey circular 891, 1983) adalah :
ü Coal
(batubara) : suatu batuan yang dapat terbakar yang
tersusun lebih dari 50% berat (lebih dari 70% volume) material karbonan (carbonaceous),
termasuk inherent moisture yang terbentuk material (bagian) tumbuhan
yang telah mengalami kompaksi, perubahan fisik-kimia oleh panas & tekanan
dalam skala waktu geologi.
ü Coal
bed (seam) : seluruh lapisan
(batubara dan parting) yang terdapat diantara batas roof (atap)
dan floor (lantai).
ü Bone
coal (bone) : impure coal yang
mengandung banyak lempung atau material-material detrital berukuran halus dan
kadang-kadang dikonotasikan dengan istilah silty coal atau shally
coal atau sandy coal.
ü Impure
coal (coaly) : suatu batubara (coal)
yang mengandung lebih dari 33% berat abu dan dapat diasosiasikan sebagai parting
dalam suatu lapisan (seam) batubara.
ü High
ash coal : batubara yang mengandung lebih dari
15% abu dalam basis as-received.
ü High
sulfur coal : batubara yang mengandung lebih dari 3%
sulfur dalam basis as-received.
ü Recoverable
coal : batubara yang dapat/bisa diekstrak
dari suatu lapisan batubara pada saat penambangan. Term “Recoverable”
ini biasanya dikombinasikan dengan sumberdaya (resources) bukan dengan
cadangan (reserve).
ü Mineable
coal : kapasitas (jumlah) cadangan batubara
yang dapat ditambang (tertambang) pada kondisi teknologi penambangan sekarang,
dengan telah mempertimbangkan faktor lingkungan, hukum & perundang-undangan
serta peraturan yang berlaku (legalitas), serta kebijakan pemerintah yang
diterapkan.
Untuk ketebalan, penyebaran lapisan
batubara, serta evaluasi cadangan, beberapa catatan khusus yang perlu
diperhatikan adalah :
-
Suatu penentuan
ketebalan batubara belum dapat dikatakan komplit (valid) jika :
a. Pengukuran
tebal dilakukan pada singkapan dimana batuan disekitarnya memperlihatkan gejala
slumping,
b. Pengukuran tebal dilakukan pada
suatu singkapan batubara yang lapuk (tidak segar),
c. Pengukuran tebal dilakukan pada
titik bor yang tidak menembus dengan baik roof & floor lapisan batubara,
d. Pengukuran tebal dilakukan pada
daerah yang diketahui mengalami erosi bidang pada roof/floor lapisan batubara,
e. Pengukuran tebal dilakukan
dengan cara membuat channel pada suatu lapisan batubara, namun diketahui
lapisan tersebut telah mengalami perubahan letak (perpindahan) atau pada bongkah.
-
Tingkat keyakinan geologi terhadap model sumberdaya yang dikonstruksi : a.Jarak
antar titik informasi,
b. Konsep
dalam pengkorelasian batubara,
c. Tingkat
ketelitian (detil) dalam mengidentifikasikan struktur geologi.
- Derajat kelayakan ekonomis suatu
pembukaan tambang batubara dipengaruhi oleh :
ü ketebalan
lapisan batubara & overburden,
ü rank
dan kualitas batubara,
ü biaya
(cost) penambangan,
ü perkiraan
harga jual batubara,
ü serta
perkiraan (target) keuntungan.
II.1.1
Penentuan dan Pemilihan Pit
Penentuan & pemilihan pit
potensial merupakan sebagai langkah awal dalam melakukan evaluasi cadangan
batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan untuk dapat
memperkirakan/memprediksi suatu areal sumberdaya batubara yang potensial untuk
nantinya akan dikembangkan menjadi suatu lokasi pit penambangan. Data-data awal
yang diperlukan merupakan data-data yang
diperoleh/dihasilkan
pada saat melakukan model sumberdaya, yaitu
-
Peta
topografi : untuk mengetahui (melihat) variasi topografi
(terutama
daerah tinggian – lembah).
-
Peta geologi lokal :
untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran &
kemenerusan lapisan batubara, serta
pola struktur geologi.
-
Peta iso-ketebalan :
untuk mengetahui variasi ketebalan dari
batubara, sehingga jika disyaratkan
ketebalan minimum yang akan
dihitung, maka peta ini dapat
digunakan sebagai faktor pembatas.
-
Peta elevasi top (atap / roof) batubara ;
untuk mengetahui pola
kemenerusan lapisan batubara.
Langkah awal yang dilakukan untuk
penentuan pit potensial ini adalah membuat (mengkonstruksi) peta
iso-overburden, yaitu dengan cara melakukan overlay antara peta struktur roof
(elevasi top) batubara dengan peta topografi (Gambar 2.1). Nilai kontur pada
peta iso-overburden merupakan refleksi dari ketebalan overburden. Peta iso-overburden
secara umum (gamblang) dapat menggambarkan (merefleksikan) kondisi sebaran
batubara terhadap variasi topografi pada areal tertentu.
Gambar 2.1 Sketsa konstruksi peta
iso-overburden
II.1.2 Konsep Nisbah
Kupas (Stripping Ratio)
Ketebalan lapisan batubara dan
ketebalan tanah penutup (overburden) merupakan faktor utama yang mengontrol
kelayakan suatu pembukaan tambang batubara. Pengetahuan jumlah (kuantitas)
batubara dan jumlah batuan penutup
yang
harus dipindahkan untuk mendapatkan perunit batubara sesuai dengan metoda
penambangan merupakan konsep dasar dari Nisbah Kupas (Stripping Ratio).
Secara umum, Stripping Ratio (SR) didefinisikan sebagai “Perbandingan jumlah
volume tanah penutup yang harus dipindahkan untuk mendapatkan satu ton
batubara”.
Faktor
rank, kualitas, nilai kalori, dan harga jual menjadi sangat penting dalam
perumusan nilai Stripping Ratio. Batubara dengan harga jual yang tinggi
akan memberikan Nisbah Kupas yang lebih baik daripada batubara dengan harga
jual yang rendah. Dalam pemodelan sumberdaya, faktor ini dapat direfleksikan
sebagai dasar untuk perhitungan (penaksiran) jumlah cadangan batubara. Dalam Geological
Survei Circular 891, 1983., ada beberapa konsep mendasar yang dapat dipahami,
antara lain :
a.
Ketebalan batubara minimum yang dapat diperhitungkan sebagai
cadangan
:
-
Untuk batubara antrasit
& bituminous : ketebalan minimum
adalah 70 cm dengan kedalaman
maksimum 300 m.
-
Untuk
batubara sub-bituminous : ketebalan minimum adalah 1,5
m dengan kedalaman maksimum 300 m.
-
Untuk lignit :
ketebalan minimum adalah 1,5 m dengan kedalaman maksimum 150 m. Kedalaman
maksimum ini telah memasukkan pertimbangan jika penambangan diteruskan dengan
metoda penambangan bawah tanah.
b.
Interval ketebalan overburden yang disarankan untuk pelaporan
perhitungan
cadangan, adalah :
-
Tonase batubara dengan
ketebalan overburden 0 – 30 m,
-
Tonase batubara dengan
ketebalan overburden 30 – 60 m,
-
Tonase batubara dengan
ketebalan overburden 60 – 150 m,
c.
Recovery factor : suatu angka yang menyatakan perolehan batubara yang dapat
ditambang (dengan metoda stip mining, auger mining, atau underground mining)
terhadap jumlah cadangan yang telah diperhitungkan sebelumnya.
Beberapa
parameter ekonomi yang diperlukan untuk penentuan stripping ratio yang masih
ekonomis (Break Even Stripping Ratio), adalah :
II.1.3 Faktor-Faktor
Pembatas Dalam Penentuan Cadangan Tertambang
Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, bahwa tidak mungkin akan diperoleh cadangan tertambang 100% dari
cadangan insitu, dimana akan terjadi dilution sepanjang tahap penambangan.
Sebelum mulai menghitung suatu nilai cadangan tertambang, maka ada 2 (dua)
faktor utama yang harus dikuantifikasi, yaitu Faktor Pembatas Cadangan dan Faktor
Losses.
a.
Faktor-faktor pembatas suatu cadangan
-
Minimum ketebalan
lapisan batubara, hal ini berhubungan dengan teknik penambangan & stripping
ratio, maksimum ketebalan tanah penutup, hal ini berhubungan dengan nilai
stripping ratio.
-
Maksimum stripping
ratio, hal ini berhubungan dengan nilai atau tingkat kelayakan penambangan.
-
Maksimum kemiringan
lapisan batubara, hal ini akan berhubungan dengan teknologi penambangan dan
nilai stripping ratio.
-
Minimum (%) yield
proses untuk mendapatkan batubara bersih, yaitu kalau diperkirakan akan
dilakukan proses pencucian.
-
Maksimum kandungan abu,
yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
-
Maksimum kandungan
sulfur, yaitu sesuai dengan standar pasar yang akan dimasuki.
-
Batasan alamiah –
geografis, yaitu berhubungan dengan batasanbatasan alam yang harus diperhatikan,
seperti adanya sungai besar, daerah konservasi alam, atau adanya jalan negara,
atau adanya suatu areal tertentu yang tidak mungkin dipindahkan.
-
Batasan alamiah –
geologi, yaitu berhubungan dengan batasanbatasan geologi, seperti adanya sesar,
intrusi, dll.
b.
Faktor Losses
Yaitu
faktor-faktor kehilangan cadangan akibat tingkat keyakinan
geologi
maupun akibat teknis penambangan. Beberapa faktor losses
adalah
:
-
Geological Losses,
yaitu faktor kehilangan akibat adanya variasi ketebalan, parting, maupun pada saat
pengkorelasian lapisan batubara.
-
Mining Losses,
yaitu faktor kehilangan akibat teknis penambangan, seperti faktor alat, faktor
safety, dll.
-
Processing Losses,
yaitu faktor kehilangan (recovey/yield) akibat diterapkannya metoda pencucian
batubara atau kehilangan pada proses lanjut di Stockpile.
Faktor-faktor
pembatas pada umumnya sudah cukup jelas. Dalam penerapannya, faktor-faktor
pembatas tersebut akan menjadi Pit Limit dalam panambangan. Sedangkan
faktor-faktor losses diterapkan pada saat proses perhitungan cadangan, dan
dapat dikuantifikasi besar nilai losses tersebut.
Berikut
akan diuraikan contoh cara pengkuantifikasian faktor losses tersebut.
a.
Geological Losses
- Biasanya
untuk kemudahan, langsung diambil nilai umum yaitu 5
- 10%.
- Namun
dapat juga dengan memperhatikan pola variasi ketebalan batubara, yaitu dengan
bantuan analisis statistik.
Parameter
statistik yang dapat digunakan adalah :
-
standard deviasi,
-
koefisien variasi, atau
standard error
b.
Mining Losses
Secara
umum, untuk metoda Strip Mining digunakan mining losses sebesar 10%, sedangkan
untuk tambang bawah tanah digunakan mining losses sebesar 40-50% yaitu (metoda
Long Wall mempunyai Recovery 60-70%, metoda Room & Pillar mempunyai
Recovery 50-60%), untuk auger mining digunakan mining losses sebesar 60-70%
(atau Recovery 30-40% sesuai dengan spesifikasi perlatannya). Untuk metoda
Strip Mining (open pit), kadang-kadang juga digunakan pendekatan ketebalan
lapisan yang akan ditinggalkan, yaitu 10 cm pada roof & 10 cm pada floor.
Jika ketebalan lapisan hanya 1 m, maka Mining Losses = 20%., sedangkan jika ketebalan
lapisan adalah 2 m maka Mining Losses = 10%., dan jika ketebalan lapisan adalah
5 m maka Mining Losses = 4%. Processing Losses (yield),
sangat tergantung pada hasil uji ketercucian (washability test), dimana
harga perolehan (yield) ditentukan dari hasil uji tersebut.
II.2 Perhitungan
Cadangan Batubara
Batubara merupakan endapan dengan
tingkat homogenitas yang tinggi, maka untuk perhitungan cadangan dapat
diterapkan metoda konvensional (klasik) dengan tingkat ketelitian yang cukup
baik. Untuk tujuan praktis, metoda penampang dapat diterapkan untuk perhitungan
jumlah cadangan tertambang.
II.2.1 Perhitungan Cadangan
Dengan Metode Penampang
Pada prinsipnya, perhitungan cadangan
dengan menggunakan metoda penampang ini adalah mengkuantifikasikan cadangan
pada suatu areal dengan membuat penampang-penampang yang representatif dan
dapat mewakili model endapan pada daerah tersebut. Pada masing-masing penampang
akan diperoleh (diketahui) luas batubara dan luas overburden. Volume batubara
& overburden dapat diketahui dengan mengalikan luas terhadap jarak pengaruh
penampang tersebut. Perhitungan volume tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
1 (satu) penampang, atau 2 (dua) penampang, atau 3 (tiga) penampang, atau juga
dengan rangkaian banyak penampang:
a.
Dengan menggunakan 1 (satu) penampang
Cara
ini digunakan jika diasumsikan bahwa 1 penampang mempunyai daerah pengaruh
hanya terhadap penampang yang dihitung saja (lihat Gambar 2.2).
Gambar
2.2 Jarak pengaruh sebuah penampang
Volume
= (A x d1) + (A x d2)
dimana
: A = luas overburden
d1
= jarak pengaruh penampang ke arah 1
d2
= jarak pengaruh penampang ke arah 2
Volume
yang dihitung merupakan volume pada areal pengaruh penampang tersebut. Jika
penampang tunggal tersebut merupakan penampang korelasi lubang bor, maka akan
merefleksikan suatu bentuk poligon dengan jarak pengaruh penampang sesuai
dengan daerah pengaruh titik bor (poligon) tersebut.
b.
Dengan menggunakan 2 (dua) penampang
Cara
ini digunakan jika diasumsikan bahwa volume dihitung pada areal di antara 2
penampang tersebut. Yang perlu diperhatikan adalah variasi (perbedaan) dimensi
antara kedua penampang tersebut. Jika tidak terlalu berbeda (Gambar 4a), maka
dapat digunakan rumus mean area & rumus kerucut terpancung, tetapi jika
perbedaannya terlalu besar (Gambar 4b) maka digunakan rumus obelisk.
Gambar
2.3 Penampang untuk rumus mean area & kerucut terpancung
dimana A1 dan A2
adalah luasan penampang 1 & 2, dan d adalah jarak antar penampang.
Gambar
2.4 Penampang untuk rumus obelisk
c.
Dengan menggunakan 3 (tiga) penampang
Metoda
3 (tiga) penampang ini digunakan jika diketahui adanya variasi (kontras) pada
areal di antara 2 (dua) penampang, maka perlu ditambahkan penampang antara
untuk mereduksi kesalahan (Gambar 2.5).
Untuk
menghitungnya digunakan rumus prismoida:
Gambar
2.5 Kondisi penggunaan metoda 3 penampang
dimana A1 &
A3 adalah luas penampang 1 & 3, A2 adalah luas penampang antara.
II.2.2
Metode USGS 1984
Data
yang digunakan dalam penghitungan hanya berupa data singkapan, maka metode yang
digunakan untuk penghitungan sumber daya daerah penelitian adalah metode Circular
(USGS) (Gambar 2.6)
Gambar 2.6 Aturan Penghitungan Sumberdaya Batubara
dengan Metode Circular (USGS) (Wood et al., 1983)
|
Penghitungan
sumber daya batubara menurut USGS dapat dihitung dengan rumus
Tonnase
batubara = A x B x C, dimana:
A = bobot
ketebalan rata-rata batubara dalam inci, feet, cm atau meter
B = berat
batubara per stuan volume yang sesuai atau metric ton.
C = area
batubara dalam acre atau hektar
Kemiringan
lapisan batubara juga memberikan pengaruh dalam perhitungan sumber daya
batubara. Bila lapisan batubara memiliki kemiringan yang berbeda-beda, maka
perhitungan dilakukan secara terpisah.
1.
Kemiringan 00 – 100
Perhitungan Tonase dilakukan langsung dengan
menggunakan rumus Tonnase = ketebalan batubara x berat jenis batubara x
area batubara
2.
Kemiringan 100 – 300
Untuk kemiringan 100 – 300,
tonase batubara harus dibagi dengan nilai cosinus kemiringan lapisan
batubara.
Untuk kemiringan > 300, tonase batubara
dikali dengan nilai cosinus kemiringan lapisan batubara.
II.
2.3 Metode Mean Area
Metode ini memerlukan data primer berupa: data titik bor, data kualitas batubara, overallslope, lebar mineflor,
striping ratio, geogicall loose, mining recovery, processing recovery. Sedangkan data sekunder berupa : peta
topografi skala 1 : 4000, peta geologi daerah penelitian skala 1 : 100000,
geologi lokal. Metode mean area ini terdiri dari beberapa langkah yang harus
dilakukan, meliputi: pembuatan
penampang log bor, penentuan kedudukan batubara, pembuatan iso struktur top dan
bottom batubara, pembuatan cropline,
pembuatan peta kualitas batubara (kalori, sulfur dan ash), perhitungan cadangan
yang meliputi : pembuatan sayatan, pembuatan penampang, perhitungan tonase
serta striping ratio. Pembuatan garis sayatan
dan penampang sayatan menggunakan
bantuan software autocad land development dimana jarak tiap penampang
20 m. Perhitungan volume batubara dan overburden
menggunakan metode mean area, yaitu dengan mencari volume dari batubara,
yang diperoleh dari rata-rata (mean) luas area dikalikan dengan jarak
penampang, selanjutnya didapatkan tonase dari batubara dengan mengkalikan
volume dengan berat jenis batubara, faktor geologi, mining recovery, dan processeding
recovery. Sehingga diperoleh nilai dari Striping ratio yaitu perbandingan
antara volume overburden dengan
cadangan batubara.
Gambar
2.7 Penampang menggunakan metode Mean Area
II.2.4 Metode Cross Section
Masih sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari perhitungan. Hasil perhitungan secara manual ini dapat
dipakai sebagai alat pembanding untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih
canggih dengan menggunakan komputer.
Rumus prismoida :
V =
(S1 + 4M + S2) L ......................................... (2.1)
6
Keterangan :
S1,S2 = Luas penampang ujung
M =
Luas penampang tengah
L =
Jarak antara S1 dan S2
V =
Volume
Gambar 2.8 Sketsa Perhitungan Volume
Rumus Prismoida
Rumus kerucut terpancung :
Keterangan :
S1 = Luas penampang atas
S2 = Luas penampang alas
L = Jarak antar S1 dan S2
V = Volume
Gambar 2.9 Sketsa Perhitungan Volume
Rumus Kerucut Terpancung
Rumus luas rata-rata (mean
area) :
Keterangan :
S1,S2 = Luas penampang
L = Jarak
antar penampang
V = Volume
cadangan
S1
L
Gambar 2.10 Sketsa Perhitungan Volume dengan Rumus Mean Area
Untuk menghitung luas penampang digunakan penggabungan metode simpson 1/3 dan simpson 3/8.
Lsimp1/3 = h/3 (f0+fn) + h/3 (4f1+4f3+4f5+...+4fn-1)
+ h/3 (2f2+2f4+2f6+...+2fn-2)
h/3 (f0+fn) + 4h/3 (f1+f3+f5+...+fn-1)
+ 2h/3 (f2+f4+f6+...+fn-2)
Lsimp1/3 = h/3 ( f0 + 4 ∑ f ganjil + 2 ∑ f genap + fn ) ............... (2.4)
Lsimp3/8 = h/8 (f0+fn) + h/8 (3f1+3f3+3f5+...+3fn-1) + h/8 (3f2+3f4+3f6+...+3fn-2)
h/8 (f0+fn)
+ 3h/8 (f1+f3+f5+...+fn-1)
+ 3h/8 (f2+f4+f6+...+fn-2)
Lsimp3/8 = h/8 ( f0 + 3 ∑ f ganjil + 3 ∑ f genap + fn )
............... (2.5)
h fo f1 f2 f3
Gambar 2.11 Sketsa Perhitungan Luas
Penampang
Sedangkan, untuk menghitung tonase digunakan rumus :
T = V x Bj ............................................................................ (2.6)
Keterangan :
T =
Tonase (Ton)
V =
Volume (m3 )
Bj = Berat Jenis (Ton/m3)
II.2.5 Metode Isoline (Metode Kontur)
Metoda ini dipakai untuk digunakan pada endapan batubara dimana
ketebalan dan kadar mengecil dari tengah ke tepi endapan.
Gambar 2.12
Sketsa topografi metode isoline
Volume
dapat dihitung dengan cara menghitung luas daerah yang terdapat di dalam batas
kontur, kemudian mempergunakan prosedur-prosedur yang umum dikenal.
Kadar
rata-rata dapat dihitung dengan cara membuat peta kontur, kemudian mengadakan weighting dari masing-masing luas daerah
dengan contour grade.
...................... (.27)
|
go = kadar
minimum dari batubara
g = interval kadar yang konstan antara dua kontur
Ao = luas endapan dengan
kadar go dan lebih tinggi
A1 = luas endapan batubara
dengan kadar go + g dan lebih tinggi
A2 = luas endapan batubara
dengan kadar go + 2g dan lebih tinggi, dst.
Bila
kondisi mineralisasi tidak teratur maka akan muncul masalah. Hal ini dapat
dijelaskan melalui contoh berikut ini (Seimahura,
1998).
Gambar 2.13 Kontur
mineralisasi yang tidak merata
Di dalam hal
ini :
...... (2.8)
|
II.2.6
Metode Krigging
Kriging yaitu suatu teknik
perhitungan untuk estimasi atau simulasi dari suatu variabel terregional
(regionalized variable) yang memakai pendekatan bahwa data yang dianalisis
dianggap sebagai suatu realisasi dari suatu variabel acak (random variable),
dan keseluruhan variable acak dalam daerah yang dianalisis tersebut akan
membentuk suatu fungsi acak dengan menggunakan model struktural variogram atau
kovariogram (Dr. Ir. Rukmana Nugraha Adhi, 1998).
Kriging adalah penaksiran geostatistik linier tak bias yang paling bagus untuk mengestimasi kadar blok karena menghasilkan varians estimasi minimum ’ BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). (Dr. Ir. Totok Darijanto, 2003). Kriging diambil dari nama seorang pakar geostatistik dari Afrika Selatan yaitu D.G Krige yang telah banyak memikirkan hal tersebut sejak tahun 50an.
Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi conto di sekitar blok serta model variogramnya.
Kriging adalah penaksiran geostatistik linier tak bias yang paling bagus untuk mengestimasi kadar blok karena menghasilkan varians estimasi minimum ’ BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). (Dr. Ir. Totok Darijanto, 2003). Kriging diambil dari nama seorang pakar geostatistik dari Afrika Selatan yaitu D.G Krige yang telah banyak memikirkan hal tersebut sejak tahun 50an.
Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi conto di sekitar blok serta model variogramnya.
Perhitungan
dengan metoda kriging ini kadang-kadang terlalu kompleks untuk suatu komoditi
tertentu. Hal ini sangat bermanfaat jika dilakukan pada penentuan
cadangan-cadangan yang mineable dengan kadar-kadar di atas cut off grade.
Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi conto di sekitar blok serta model variogramnya.
Secara sederhana, kriging menghasilkan bobot sesuai dengan geometri dan sifat mineralisasi yang dinyatakan dalam variogram. Bobot yang diperoleh dari persamaan kriging tidak ada hubungannya secara langsung dengan kadar conto yang digunakan dalam penaksiran. Bobot ini hanya tergantung pada konfigurasi conto di sekitar blok serta model variogramnya.
Trimakasih...sangat bermanfaat
BalasHapus