Home » , » KOMPAS DAN INTERPRETASI PETA

KOMPAS DAN INTERPRETASI PETA

Posted by MINING ARCHIVE on Selasa, 14 April 2015

KOMPAS GEOLOGI

Dalam aktivitas lapangan bagi geologist tentunya dibutuhkan skill dan berbagai peralatan demi kelancaran aktivitas tersebut. Salah satunya ialah Kompas Geologi, yang tidak hanya sebagai alat penunjuk arah saja tetapi juga dapat digunakan untuk mengukur kemiringan lereng atau batuan, mengukur ketinggian suatu unsur geologi dengan cara mencari sudut elevasinya, mengukur kedudukan struktur.
Bagian utama Kompas Geologi


1.       Jarum Kompas
Ujung jarum kompas selalu mengarah ke kutub utara megnetik bumi, biasanya diberi tanda warna kuning.
2.       Lingkaran Pembagian Derajat P
Dibagi dua, yaitu kompas azimuth dan kompas kwardan.
·         Kompas azimuth, mempunyai pembagian derajat, mulai dari 0 derajat (utara) sampai 360 derajat (kembali ke utara) yang ditulis berlawanan arah jarum jam, dan pembacaannya juga demikian
·         Kompas kwardan, mempunyai pembagian derajat mulai dari derajat pada arah utara dan selatan sampai 90 derajat pada arah timur dan barat. pembacaan dimulai dari arah utara atau selatan kea rah timur atau barat sesuai kedudukan jarum kompas.
3.       Klinometer
Merupakan rangkaian alat yang digunakan untuk mengukur besarnya kemiringan bidang. rangkaian alat tersebut terdiri dari Nivo tabung, penunjuk skala, busur setengah lingkaran berskala. pada bagian atas busur bernilai 00 di tengahnya. pada bagian tepinya bernilai 900. pada bagian bawah busur, skala bernilai 0% dan di tengah dan 100% tepat pada 450 (tan 45=1=100%). klinometer dapat digerakkan dengan menggerakkan tangkai di belakang kompas.
4.       Pengatur Horizontal
Alatnya adalah sebuah nivo bulat yang bergandengan dengan klinometer. kedudukan kompas horizontal bila gelembung udara tepat di tengah lingkaran.
5.       Pengatur Arah
Rangkaian alatnya terdiri dari sighting arm, peep sigh, axial line, felding sight, dan sight window. alat-alat tersebut dibantu dengan cermin. bila kompas ditembakkan ke sasaran, semua rangkaian alat tersebut harus bearada di garis sasaran.


·         Bull's eye level : Dalam bahasa Indonesia artinya level mata sapi. Fungsinya digunakan dalam menentukan kedataran kompas geologi saat melakukan pengukuran strike dan trend.
·         Clinometer level : Fungsinya digunakan dalam menentukan kedataran kompas geologi saat melakukan pengukuran dip dan plunge.
·         Clinometer scale : skala yang digunakan saat melakukan pengukuran dip dan plunge.
·         Index pin : penunjuk 0 derajat pada kompas geologi. Bagian ini dapat diputar-putar sesuai kebutuhan, tetapi biasanya di arahkan ke arah Utara.
·         Small sight dan large sight : Fungsinya digunakan untuk melakukan penembakan menggunkan kompas geologi supaya yang kita bidik tepat lurus dengan kita.

Cara Mengukur dengan menggunakan Kompas Geologi
1.       Mengukur Strike
Tempelkan sisi E (east), geser-geser, bersabarlah hingga gelembung udara dalam Bull's eye level masuk ke dalam lingkaran, jangan langsung diotak-atik, tapi tunggu dulu hingga jarum kompas stabil (nggak gerak), terakhir amati sudut yang ditunjuk arah Utara. Lalu tulislah sesuai petunjuk N __˚ E
2.       Mendukur Dip
Tempelkan sisi W (west) badan kompas usahakan membentuk sudut 90˚ terhadap strike, Clinometer level diputar-putar sampai gelembung udara berada di antara garis dalam clinometer level ditengah-tengahnya, terakhir baca sudut dalam clinometer scale. 
3.       Mengukur Plunge
Cara mengukurnya seperti mengukur Dip, namun karena kita mengukur struktur garis maka pakai bantuan buku, atau papan jalan untuk mempermudah, dengan jalan menempelkan sisi buku di struktur garis dan melakukan pengukuran di sisi buku yang lain. 
4.       Mengukur Trend
Cara mengukurnya seperti mengukur Strike, namun karena kita mengukur struktur garis kan susah tuh, maka pakai bantuan buku, atau papan jalan untuk mempermudah, dengan jalan menempelkan sisi buku di struktur garis dan melakukan pengukuran di permukaan datar yang ada di buku atau papan jalan tersebut.
5.       Mengukur Pitch
Cara mengukurnya jadi pertama buatlah garis strike di permukaan bidang, lalu langsung ukur derajat antara struktur garis dan strike menggunakan busur derajat. 
6.       Digunakan untuk mentukan tempat kita terhadap suatu benda dan arah Utara
Untuk melakukan pengukuran dengan cara ini, kita harus menggunakan small sight, large sight dan cermin agar hasil pengkurannya maksimal. Skema pengukuran bisa dilihat digambarkan...
7.       Digunakan untuk mentukan tempat kita terhadap dua buah benda atau lebih
Untuk melakukan pengukuran dengan cara ini, kita harus menggunakan small sight, large sight dan cermin agar hasil pengkurannya maksimal.

INTERPRETASI PETA

Peta adalah gambaran sebagian atau keseluruhan permukaan bumi yang diproyeksikan ke dalam bidang datar dengan metode dan perbandingan tertentu.

Terdapat tiga rangkaian kegiatan utama dalam interpretasi, yaitu:
·         Deteksi: bersifat global, yaitu pengamatan atas adanya suatu obyek misal sungai, bukit, lembah, gawir, dll.
·         Identifikasi: bersifat agak terperinci, yaitu upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang cukup, misal  gosong sungai, bukit terisolasi, lembah antiklin, gawir sesar, dll.
·         Analisis: pengenalan akhir atau terperinci yaitu tahap pengumpulan keterangan lebih lanjut
Oleh karena itu, sistematika interpretasi perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
·         Analisis harus dikerjakan secara bertahap.
·         Mulailah dari hal yang bersifat umum ke hal-hal yang bersifat khusus/rinci
·         Lakukan analisis dari bentuk-bentuk yang paling diketahui (mudah) hingga bentuk-bentuk yang sulit atau belum diketahui.
Selanjutnya tiga tingkat pengetahuan yang harus diketahui dalam melakukan interpretasi adalah:
·         Pengetahuan ilmiah dalam bidangnya sampai pada tingkat tertentu.
·         Pengetahuan mengenai kondisi lingkungan fisik daerah kajian meliputi iklim, fisiografi, geologi, hidrologi, tanah, tumbuhan penutup, penggunaan lahan.
·         Pengetahuan teknis tentang peta.
Atas dasar latar belakang pengetahuan tersebut, maka:
·         Berpikir kreatif penting di dalam interpretasi peta, yaitu menghubungkan hal-hal atau ide yang sebelumnya tampak tidak berhubungan.
·         Selembar peta tidak boleh dinilai terlalu tinggi, karena peta tidak mempunyai arti di dalamnya tanpa kita melakukan identifikasi yang penuh dari obyek atau gejala geologi yang memerlukan lebih banyak dari peta itu sendiri.
·         Makna mempelajari peta untuk berbagai survai adalah penerapan studi geologi, geografi, tanah, kehutanan, hidrologi, kerekayasaan, vulkanologi, geologi tata lingkungan, potensi sumberdaya mineral, bencana alam dll dengan menggunakan peta.
·         Tidak ada kunci yang sederhana untuk memecahkan permasalahan interpretasi peta. Pada dasarnya penafsiran peta merupakan proses deduktif dan dalam menarik kesimpulan digunakan prinsip convergence of evidence.

Peta Geomorfologi
Peta geomorfologi didefinisikan sebagai peta yang menggambarkan bentuk lahan, genesa beserta proses yang mempengaruhinya dalam berbagai skala. Berdasarkan definisi diatas maka suatu peta geomorfologi harus mencakup hal hal sebagai berikut:
·         Peta geomorfologi menggambarkan aspek-aspek utama lahan atau terrain disajikan dalam bentuk simbol huruf dan angka, warna, pola garis dan hal itu tergantung pada tingkat kepentingan masing-masing aspek.
·         Peta geomorfologi memuat aspek-aspek yang dihasilkan dari sistem survei analitik (diantaranya morfologi dan morfogenesa) dan sintetik (diantaranya proses geomorfologi, tanah /soil, tutupan lahan).
·         Unit utama geomorfologi adalah kelompok bentuk lahan didasarkan atas bentuk asalnya (struktural, denudasi, fluvial, marin, karts, angin dan es).
Skala peta merupakan perbandingan jarak peta dengan jarak sebenarnya yang dinyatakan dalam angka, garis atau kedua-duanya.
Adapun informasi yang terdapat dalam peta geomorfologi berupa bentuk, geometri, serta proses-proses yang telah maupun sedang terjadi, baik proses endogenik maupun eksogenik. Ada sedikit perbedaan penekanan antara informasi geomorfologi untuk sains dan informasi geomorfologi untuk terapan.
Untuk tujuan sains maka peta geomorfologi diharap mampu memberi informasi mengenai hal-hal berikut :
·         Faktor-faktor geologi apa yang telah berpengaruh kepada pembentukan bentang   alam disuatu tempat
·         Bentuk-bentuk bentangalam apa yang telah terbentuk karenanya. Pada umumnya hal-hal tersebut diuraikan secara deskriptif. Peta geomorfologi  yang disajikan harus dapat menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta yang menunjang ganesa dan bentuk diutamakan.
Sedangkan untuk tujuan terapan peta geomorfologi akan lebih banyak memberi informasi mengenai :
·         Geometri dan bentuk permukaan bumi seperti tinggi, luas, kemiringan lereng, kerapatan sungai, dan sebagainya.
Proses geomorfologi yang sedang berjalan dan besaran dari proses seperti :
·         Jenis proses (pelapukan, erosi, sedimentasi, longsoran, pelarutan, dan sebagainya)
·         Besaran dan proses tersebut (berapa luas, berapa dalam, berapa intensitasnya, dan sebagainya)
·         Pada umumnya hal-hal tersebut dinyatakan secara terukur. Peta geomorfologi yang disajikan harus menunjang hal-hal tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta diutamakan yang menunjang kondisi parametris (yang dapat diukur) serta proses-proses exsogen yang berjalan pada masa kini dan yang akan datang.

Skala Peta dan Peta Geomorfologi
Skala peta merupakan rujukan utama untuk pembuatan peta geomorfologi. Pembuatan satuan peta secara deskriptif ataupun klasifikasi yang dibuat berdasarkan pengukuran ketelitiannya sangat tergantung pada skala peta yang digunakan.
Di Indonesia peta topografi yang umum tersedia dengan skala 1: 20.000, 1: 1.000.000, 1: 500.000, 1: 250.000, 1: 100.000, 1: 50.000 dan beberapa daerah (terutama di Jawa) telah terpetakan dengan skala 1 : 25.000 untuk kepentingan-kepentingan khusus sering dibuat peta berskala besar dengan pembesaran dari peta yang ada, atau dibuat sendiri untuk keperluan teknis, antara lain peta 1: 10.000, 1: 5.000, dan skala-skala yang lebih besar lagi.
Untuk penelitian, sesuai dengan RUTR, dianjurkan menggunakan peta 1:250.000, 1:100.000 untuk regional upraisal, 1: 50.000 – 1: 25.000 untuk survey dan 1: 10.000 dan yang lebih besar untuk investigasi. Untuk mudahnya penggunaan peta-peta tersebut dapat dilihat pada table 3.1. Dari skala peta yang digunakan akhirnya dapat kita buat satuan peta geomorfologi, sebagai contoh pada table 3.2.

Tabel 3.1   Skala peta, sifat dan tahap pemetaan, serta proses dan unsur dominan
Skala
Sifat Pemetaan
Tahap Pemetaan
Proses dan unsur geologi yang dominan
< 1 : 250.000
Geoteknik, Geofisik
< 1 : 250.000
Global
Regional
1 : 100.000
Regional
Tektonik, Formasi (batuan utama)
1 : 50.000
Lokal
Survey
Struktur jenis batuan/satuan batuan
1 : 25.000
Lokal
Batuan, struktur, pengulangan dan bentuk/relief, proses eksogen
1 : 10.000
Detail
Investigasi
Batuan, proses eksogen, sebagai unsur utama, bentuk akibat proses
< 1 : 10.000
Sangat Kecil
Proses eksogen, dan hasil proses

Interpretasi Geomorfologi
Ada dua cara dasar untuk belajar mengenal dan mengidentifikasi kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi. Cara pertama adalah dengan mengamati dengan teliti dan detail terhadap bentuk-bentuk dari struktur geologi yang digambarkan dalam bentuk-bentuk kontur pada peta topografi. Gambaran / ilustrasi dari bentuk-bentuk semacam ini disebut sebagai kunci untuk mengenal dan mengidentifikasi kenampakan geologi. Cara kedua adalah melalui  metoda praktek dan pelatihan sehingga memiliki kemampuan melakukan deduksi dalam mengidentifikasi dan memaknakan kenampakan-kenampakan geologi melalui kajian dengan berbagai kriteria. Cara kedua ini diyakini sangat dibutuhkan dalam melakukan interpretasi.
Meskipun banyak diilustrasikan disini bahwa kesamaan geologi yang terdapat di banyak tempat di dunia, baik secara stuktur geologi, stratigrafi dan geomorfologi detail serta hubungan diantaranya sangatlah unik. Berikut ini adalah beberapa cara dalam mengenal dan mengidentikasi kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi:
Pembuatan peta geomorfologi akan dipermudah dengan adanya data sekunder berupa peta topografi, peta geologi, foto udara, citra satelit, citra radar, serta pengamatan langsung dilapangan. Interpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk menetapkan satuan dan batas satuan geomorfologinya.

Interpretasi Peta Topografi
Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan skala yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia, peta topografi yang tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000 (atau lebih kecil). Acapkali skala yang lebih besar, seperti skala 1 : 25.000 atau 1 : 12.500 umumnya merupakan pembesaran dari skala 1 : 50.000. dengan demikian, relief bumi yang seharusnya muncul pada skala 1 : 25.000 atau lebih besar, akan tidak muncul, dan sama saja dengan peta skala 1 : 50.000. Dengan demikian, sasaran / objek interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta yang digunakan. Perhatikan Tabel 3-3 dibawah. Walaupun demikian, interpretasi pada peta topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan batuan, struktur dan proses yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut, baik analisa secara kualitatif, maupun secara kuantitatif.
Dalam interpretasi peta topografi, prosedur umum yang biasa dilakukan dan cukup efektif adalah: 1). Menarik semua kontur yang menunjukkan adanya lineament /kelurusan; 2). Mempertegas (biasanya dengan cara mewarnai) sungai-sungai yang mengalir pada peta, 3). Mengelompokan pola kerapatan kontur yang sejenis.

Tabel  3.2  Contoh skala peta dan satuan geomorfologi
Skala
Contoh satuan geomorfologi
1 :  250.000
Zona fisiografi : geoantiklin Jawa, pegunungan Rocky, Zona patahan Semangko
1 : 100.000
Sub fisiografi : Komplek dieng, Perbukitan kapur selatan, dan lainnya, Plateau Rongga
1 :  50.000
Perbukitan Karst Gn. Sewu, Perbukitan Lipatan Karangsambung, Delta Citarum, Dataran Tinggi Bandung, dan lainnya
1 :  25.000
Lembah Antiklin Welaran, Hogback Brujul – Waturondo, Bukit Sinklin Paras, Kawah Upas, dan lainnya
1 :  10.000
Lensa gamping Jatibungkus, Sumbat Lava Gn. Merapi, Longsoran Cikorea
1 :  10.000 <
Aliran Lumpur di ……, rayapan di km……,Erosi alur di……, dsb

Tabel 3.3  Hubungan antara skala peta dan pengenalan terhadap  objek geomorfologi.
Skala
Objek Geomorfologi
1:2.500
s/d
1:10.000
1:10.000
s/d
1:30.000
Lebih
Kecil dari
1:30.000
Regional /  bentang alam
(Contoh : jajaran Pegunungan, perbukitan lipatan  dan lainnya )
Buruk
Baik
Baik –
Sangat baik
Lokal/bentuk alam darat
(Contoh :korok, gosong pasir, questa, dan lainnya
Baik –
Sangat Baik
Baik–Sedang
Sedang-
Buruk
Detail/proses geomorfik
(contoh: longsoran kecil, erosi parit, dan lainnya
Sangat Baik
Buruk
Sangat buruk

·         Pada butir 1, penarikan lineament biasa dengan garis panjang, tetapi dapat juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus pendek. Kadangkala, setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek ini selesai, dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang hampir sama dengan garis-garis pendek ini.
·         Pada butir 2, akan sangat penting untuk melihat pola aliran sungai (dalam satu peta mungkin terdapat lebih dari satu pola aliran sungai). Pola aliran sungai merupakan pencerminan  keadaan struktur yang mempengaruhi daerah tersebut.
·         Pada butir 3, pengelompokan kerapatan kontur dapat dilakukan secara kualitatif yaitu dengan melihat secara visual terhadap kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng dari seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan antara beda tinggi suatu lereng terhadap panjang lerengnya itu sendiri.
Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakukan, misalnya oleh Mabbery (1972) untuk keperluan lingkungan binaan, Desaunettes (1977) untuk pengembangan pertanian, ITC (1985) yang bersifat lebih kearah umum dan melihat proses-proses yang biasa terjadi pada kelas lereng tertentu (lihat tabel 3.4).
Tabel 3-4 Kelas lereng, dengan sifat-sifat proses dan kondisi alamiah yang kemungkinan terjadi dan usulan warna untuk peta relief secara umum (disadur dan disederhanakan dari Van Zuidam, 1985)

Kelas Lereng
Sifat-sifat proses dan kondisi alamiah
Warna
0  –  20
(0-2 %)
Datar hingga hampir datar; tidak ada proses denudasi yang berarti
Hijau
2  –  40
(2-7 %)
Agak miring; Gerakan tanah kecepatan rendah, erosi lembar dan erosi alur (sheet and rill erosion). rawan erosi
Hijau Muda
4  –  80
(7 – 15 %)
Miring;sama dengan di atas, tetapi dengan besaran yang lebih tinggi. Sangat rawan erosi tanah.
Kuning
8 – 160
(15 -30 %)
Agak curam; Banyak terjadi gerakan tanah,  dan erosi, terutama longsoran yang bersifat nendatan.
Jingga
16 – 350
(30 – 70 %)
Curam;Proses denudasional intensif, erosi dan gerakan tanah sering terjadi.
Merah Muda
35 – 550
(70 – 140 %)
Sangat curam; Batuan umumnya mulai tersingkap, proses denudasional sangat intensif, sudah mulai menghasilkan endapan rombakan (koluvial)
Merah
>550
(>140 %)
Curam sekali, batuan tersingkap; proses denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas).
Ungu
>550
(>140 %)
Curam sekali Batuan tersingkap; proses denudasional sangat kuat, rawan jatuhan batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas).
Ungu










·         Dalam interpretasi batuan dari peta topografi, hal terpenting yang perlu diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.
·         Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan pola kontur jarang menunjukan batuan lunak atau lepas.
·         Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara pola kontur lainnya, menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
·         Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat diakibatkan oleh adanya batuan keras.
·         Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa sungai-sungai itu berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak). (kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang berada pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai itu sendiri).
Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal terpenting adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai. Beberapa contoh kenampakan Geologi yang dapat diidentikasi dan dikenal pada peta topografi:
·         Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel dan rectangular.
·         Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai trellis atau parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu kontur yang rapat dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan perlapisannya.
·         Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
·         Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang melingkar dan rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial atau anular.
·         Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang dan dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
·         Ketidakselarasan bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi secara tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau lebih tinggi.
·         Daerah mélange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur melingkar berupa bukit-bukit dalam penyebaran yang relative luas, terdapat beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi, kemungkinan juga terdapat beberapa kelurusan, dengan pola aliran sungai rektangular atau contorted.
·         Daerah Slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola dip-slope dengan penyebarannya yang tidak menunjukan pola pelurusan, tetapi lebih berkesan “acak-acakan”. Pola kontur rapat juga tidak menunjukan kelurusan yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
·         Gunung api, dicirikan umumnya oleh bentuk kerucut dan pola aliran radial, serta kawah pada puncaknya untuk gunung api muda, sementara untuk gunung api tua dan sudah tidak aktif, dicirikan oleh pola aliran anular serta pola kontur melingkar rapat atau memanjang yang menunjukan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.
·         Karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas dalam penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus, terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran sungai multibasinal.
·         Pola karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya terjadi pada kaki gunung api. Walaupun dengan pola kontur yang melingkar dengan penyebaran cukup luas, tetapi umumnya letaknya berjauhan antara satu pola melingkar dengan lainnya, dan tidak didapat pola kontur seperti bintang segi banyak.
Pada peta batuan resisten diwakili oleh pola kontur yang rapat, sedangkan batuan non-resisten diwakili oleh pola kontur yang renggang. Bagian sebelah atas peta memperlihatkan bentuk dan pola kontur yang rapat dengan tekstur yang relatif tidak teratur dan ditafsirkan tersusun dari batuan metamorf.

Kedudukan lapisan batuan (strike/dip) dapat ditafsirkan dengan melihat arah dari pola kerapatan kontur dan arah kemiringan lapisan ditafsirkan ke arah spasi kontur yang semakin renggang.


0 komentar:

Posting Komentar

.comment-content a {display: none;}