KOMPAS GEOLOGI
Dalam aktivitas lapangan bagi geologist tentunya dibutuhkan skill
dan berbagai peralatan demi kelancaran aktivitas tersebut. Salah satunya ialah
Kompas Geologi, yang tidak hanya sebagai alat penunjuk arah saja tetapi juga
dapat digunakan untuk mengukur kemiringan lereng atau batuan, mengukur
ketinggian suatu unsur geologi dengan cara mencari sudut elevasinya, mengukur
kedudukan struktur.
Bagian utama
Kompas Geologi
1.
Jarum Kompas
Ujung jarum kompas selalu mengarah ke kutub utara megnetik bumi,
biasanya diberi tanda warna kuning.
2.
Lingkaran Pembagian Derajat P
Dibagi dua, yaitu kompas azimuth dan kompas kwardan.
·
Kompas azimuth, mempunyai pembagian derajat,
mulai dari 0 derajat (utara) sampai 360 derajat (kembali ke utara) yang ditulis
berlawanan arah jarum jam, dan pembacaannya juga demikian
·
Kompas kwardan, mempunyai pembagian derajat
mulai dari derajat pada arah utara dan selatan sampai 90 derajat pada arah
timur dan barat. pembacaan dimulai dari arah utara atau selatan kea rah timur
atau barat sesuai kedudukan jarum kompas.
3.
Klinometer
Merupakan rangkaian alat yang digunakan untuk mengukur besarnya
kemiringan bidang. rangkaian alat tersebut terdiri dari Nivo tabung, penunjuk
skala, busur setengah lingkaran berskala. pada bagian atas busur bernilai 00 di
tengahnya. pada bagian tepinya bernilai 900. pada bagian bawah busur, skala
bernilai 0% dan di tengah dan 100% tepat pada 450 (tan 45=1=100%). klinometer
dapat digerakkan dengan menggerakkan tangkai di belakang kompas.
4.
Pengatur Horizontal
Alatnya adalah sebuah nivo bulat yang bergandengan dengan
klinometer. kedudukan kompas horizontal bila gelembung udara tepat di tengah
lingkaran.
5.
Pengatur Arah
Rangkaian alatnya terdiri dari sighting arm, peep sigh, axial
line, felding sight, dan sight window. alat-alat tersebut dibantu dengan
cermin. bila kompas ditembakkan ke sasaran, semua rangkaian alat tersebut harus
bearada di garis sasaran.
·
Bull's eye level : Dalam bahasa Indonesia artinya level mata sapi. Fungsinya
digunakan dalam menentukan kedataran kompas geologi saat melakukan pengukuran
strike dan trend.
·
Clinometer level : Fungsinya digunakan dalam menentukan kedataran kompas geologi
saat melakukan pengukuran dip dan plunge.
·
Clinometer scale : skala yang digunakan saat melakukan pengukuran dip dan plunge.
·
Index pin : penunjuk 0 derajat pada kompas geologi. Bagian ini dapat
diputar-putar sesuai kebutuhan, tetapi biasanya di arahkan ke arah Utara.
·
Small sight dan large sight :
Fungsinya digunakan untuk melakukan penembakan menggunkan kompas geologi supaya
yang kita bidik tepat lurus dengan kita.
Cara Mengukur
dengan menggunakan Kompas Geologi
1.
Mengukur Strike
Tempelkan sisi E (east), geser-geser, bersabarlah hingga gelembung
udara dalam Bull's eye level masuk ke dalam lingkaran, jangan langsung
diotak-atik, tapi tunggu dulu hingga jarum kompas stabil (nggak gerak),
terakhir amati sudut yang ditunjuk arah Utara. Lalu tulislah sesuai petunjuk N
__˚ E
2.
Mendukur Dip
Tempelkan sisi W (west) badan kompas usahakan membentuk sudut 90˚
terhadap strike, Clinometer level diputar-putar sampai gelembung udara berada
di antara garis dalam clinometer level ditengah-tengahnya, terakhir baca sudut
dalam clinometer scale.
3.
Mengukur Plunge
Cara mengukurnya seperti mengukur Dip, namun karena kita mengukur
struktur garis maka pakai bantuan buku, atau papan jalan untuk mempermudah,
dengan jalan menempelkan sisi buku di struktur garis dan melakukan pengukuran
di sisi buku yang lain.
4.
Mengukur Trend
Cara mengukurnya seperti mengukur Strike, namun karena kita
mengukur struktur garis kan susah tuh, maka pakai bantuan buku, atau papan
jalan untuk mempermudah, dengan jalan menempelkan sisi buku di struktur garis
dan melakukan pengukuran di permukaan datar yang ada di buku atau papan jalan
tersebut.
5.
Mengukur Pitch
Cara mengukurnya jadi pertama buatlah garis strike di permukaan
bidang, lalu langsung ukur derajat antara struktur garis dan strike menggunakan
busur derajat.
6.
Digunakan untuk
mentukan tempat kita terhadap suatu benda dan arah Utara
Untuk melakukan pengukuran dengan cara ini, kita harus menggunakan
small sight, large sight dan cermin agar hasil pengkurannya maksimal. Skema
pengukuran bisa dilihat digambarkan...
7.
Digunakan untuk
mentukan tempat kita terhadap dua buah benda atau lebih
Untuk melakukan pengukuran dengan cara ini, kita harus menggunakan
small sight, large sight dan cermin agar hasil pengkurannya maksimal.
INTERPRETASI PETA
Peta adalah gambaran sebagian atau
keseluruhan permukaan bumi yang diproyeksikan ke dalam bidang datar dengan
metode dan perbandingan tertentu.
Terdapat tiga
rangkaian kegiatan utama dalam interpretasi, yaitu:
·
Deteksi: bersifat global, yaitu pengamatan
atas adanya suatu obyek misal sungai, bukit, lembah, gawir, dll.
·
Identifikasi: bersifat agak terperinci, yaitu
upaya mencirikan obyek yang telah dideteksi dengan menggunakan keterangan yang
cukup, misal gosong sungai, bukit terisolasi, lembah antiklin, gawir
sesar, dll.
·
Analisis: pengenalan akhir atau terperinci
yaitu tahap pengumpulan keterangan lebih lanjut
Oleh karena itu,
sistematika interpretasi perlu memperhatikan tiga hal, yaitu:
·
Analisis harus dikerjakan secara bertahap.
·
Mulailah dari hal yang bersifat umum ke
hal-hal yang bersifat khusus/rinci
·
Lakukan analisis dari bentuk-bentuk yang
paling diketahui (mudah) hingga bentuk-bentuk yang sulit atau belum diketahui.
Selanjutnya tiga
tingkat pengetahuan yang harus diketahui dalam melakukan interpretasi adalah:
·
Pengetahuan ilmiah dalam bidangnya sampai pada
tingkat tertentu.
·
Pengetahuan mengenai kondisi lingkungan fisik
daerah kajian meliputi iklim, fisiografi, geologi, hidrologi, tanah, tumbuhan
penutup, penggunaan lahan.
·
Pengetahuan teknis tentang peta.
Atas dasar latar
belakang pengetahuan tersebut, maka:
·
Berpikir kreatif penting di dalam interpretasi
peta, yaitu menghubungkan hal-hal atau ide yang sebelumnya tampak tidak
berhubungan.
·
Selembar peta tidak boleh dinilai terlalu
tinggi, karena peta tidak mempunyai arti di dalamnya tanpa kita melakukan
identifikasi yang penuh dari obyek atau gejala geologi yang memerlukan lebih
banyak dari peta itu sendiri.
·
Makna mempelajari peta untuk berbagai survai
adalah penerapan studi geologi, geografi, tanah, kehutanan, hidrologi,
kerekayasaan, vulkanologi, geologi tata lingkungan, potensi sumberdaya mineral,
bencana alam dll dengan menggunakan peta.
·
Tidak ada kunci yang sederhana untuk
memecahkan permasalahan interpretasi peta. Pada dasarnya penafsiran peta
merupakan proses deduktif dan dalam menarik kesimpulan digunakan prinsip convergence
of evidence.
Peta Geomorfologi
Peta geomorfologi didefinisikan sebagai peta yang menggambarkan
bentuk lahan, genesa beserta proses yang mempengaruhinya dalam berbagai skala.
Berdasarkan definisi diatas maka suatu peta geomorfologi harus mencakup hal hal
sebagai berikut:
·
Peta geomorfologi menggambarkan aspek-aspek
utama lahan atau terrain disajikan dalam bentuk simbol huruf dan angka, warna,
pola garis dan hal itu tergantung pada tingkat kepentingan masing-masing aspek.
·
Peta geomorfologi memuat aspek-aspek yang
dihasilkan dari sistem survei analitik (diantaranya morfologi dan morfogenesa)
dan sintetik (diantaranya proses geomorfologi, tanah /soil, tutupan lahan).
·
Unit utama geomorfologi adalah kelompok bentuk
lahan didasarkan atas bentuk asalnya (struktural, denudasi, fluvial, marin,
karts, angin dan es).
Skala peta merupakan perbandingan jarak peta dengan jarak
sebenarnya yang dinyatakan dalam angka, garis atau kedua-duanya.
Adapun informasi yang terdapat dalam peta geomorfologi berupa
bentuk, geometri, serta proses-proses yang telah maupun sedang terjadi, baik
proses endogenik maupun eksogenik. Ada sedikit perbedaan penekanan antara
informasi geomorfologi untuk sains dan informasi geomorfologi untuk terapan.
Untuk tujuan sains maka peta geomorfologi diharap mampu
memberi informasi mengenai hal-hal berikut :
·
Faktor-faktor geologi apa yang telah
berpengaruh kepada pembentukan bentang alam disuatu tempat
·
Bentuk-bentuk bentangalam apa yang telah
terbentuk karenanya. Pada umumnya hal-hal tersebut diuraikan secara deskriptif.
Peta geomorfologi yang disajikan harus dapat menunjang hal-hal tersebut
diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta yang menunjang
ganesa dan bentuk diutamakan.
Sedangkan untuk tujuan terapan peta geomorfologi akan lebih
banyak memberi informasi mengenai :
·
Geometri dan bentuk permukaan bumi seperti
tinggi, luas, kemiringan lereng, kerapatan sungai, dan sebagainya.
Proses
geomorfologi yang sedang berjalan dan besaran dari proses seperti :
·
Jenis proses (pelapukan, erosi, sedimentasi,
longsoran, pelarutan, dan sebagainya)
·
Besaran dan proses tersebut (berapa luas,
berapa dalam, berapa intensitasnya, dan sebagainya)
·
Pada umumnya hal-hal tersebut dinyatakan
secara terukur. Peta geomorfologi yang disajikan harus menunjang hal-hal
tersebut diatas, demikian pula klasifikasi yang digunakan. Gambaran peta
diutamakan yang menunjang kondisi parametris (yang dapat diukur) serta
proses-proses exsogen yang berjalan pada masa kini dan yang akan datang.
Skala Peta dan
Peta Geomorfologi
Skala peta merupakan rujukan utama untuk pembuatan peta
geomorfologi. Pembuatan satuan peta secara deskriptif ataupun klasifikasi yang
dibuat berdasarkan pengukuran ketelitiannya sangat tergantung pada skala peta
yang digunakan.
Di Indonesia peta topografi yang umum tersedia dengan skala 1:
20.000, 1: 1.000.000, 1: 500.000, 1: 250.000, 1: 100.000, 1: 50.000 dan
beberapa daerah (terutama di Jawa) telah terpetakan dengan skala 1 : 25.000
untuk kepentingan-kepentingan khusus sering dibuat peta berskala besar dengan
pembesaran dari peta yang ada, atau dibuat sendiri untuk keperluan teknis,
antara lain peta 1: 10.000, 1: 5.000, dan skala-skala yang lebih besar lagi.
Untuk penelitian, sesuai dengan RUTR, dianjurkan menggunakan peta
1:250.000, 1:100.000 untuk regional upraisal, 1: 50.000 – 1: 25.000 untuk
survey dan 1: 10.000 dan yang lebih besar untuk investigasi. Untuk mudahnya
penggunaan peta-peta tersebut dapat dilihat pada table 3.1. Dari skala peta
yang digunakan akhirnya dapat kita buat satuan peta geomorfologi, sebagai
contoh pada table 3.2.
Tabel 3.1 Skala peta, sifat dan tahap pemetaan, serta
proses dan unsur dominan
Skala
|
Sifat Pemetaan
|
Tahap Pemetaan
|
Proses dan unsur geologi yang dominan
|
< 1 : 250.000
|
Geoteknik, Geofisik
|
||
< 1 : 250.000
|
Global
|
Regional
|
|
1 : 100.000
|
Regional
|
Tektonik, Formasi (batuan utama)
|
|
1 : 50.000
|
Lokal
|
Survey
|
Struktur jenis batuan/satuan batuan
|
1 : 25.000
|
Lokal
|
Batuan, struktur, pengulangan dan bentuk/relief, proses eksogen
|
|
1 : 10.000
|
Detail
|
Investigasi
|
Batuan, proses eksogen, sebagai unsur utama, bentuk akibat
proses
|
< 1 : 10.000
|
Sangat Kecil
|
Proses eksogen, dan hasil proses
|
Interpretasi
Geomorfologi
Ada dua cara dasar untuk belajar mengenal dan mengidentifikasi
kenampakan-kenampakan geologi pada peta topografi. Cara pertama adalah dengan
mengamati dengan teliti dan detail terhadap bentuk-bentuk dari struktur geologi
yang digambarkan dalam bentuk-bentuk kontur pada peta topografi. Gambaran /
ilustrasi dari bentuk-bentuk semacam ini disebut sebagai kunci untuk mengenal
dan mengidentifikasi kenampakan geologi. Cara kedua adalah melalui metoda
praktek dan pelatihan sehingga memiliki kemampuan melakukan deduksi dalam
mengidentifikasi dan memaknakan kenampakan-kenampakan geologi melalui kajian
dengan berbagai kriteria. Cara kedua ini diyakini sangat dibutuhkan dalam
melakukan interpretasi.
Meskipun banyak diilustrasikan disini bahwa kesamaan geologi yang
terdapat di banyak tempat di dunia, baik secara stuktur geologi, stratigrafi
dan geomorfologi detail serta hubungan diantaranya sangatlah unik. Berikut ini
adalah beberapa cara dalam mengenal dan mengidentikasi kenampakan-kenampakan
geologi pada peta topografi:
Pembuatan peta
geomorfologi akan dipermudah dengan adanya data sekunder berupa peta topografi,
peta geologi, foto udara, citra satelit, citra radar, serta pengamatan langsung
dilapangan. Interpretasi terhadap data sekunder akan membantu kita untuk
menetapkan satuan dan batas satuan geomorfologinya.
Interpretasi Peta
Topografi
Dalam interpretasi geologi dari peta topografi, maka penggunaan
skala yang digunakan akan sangat membantu. Di Indonesia, peta topografi yang
tersedia umumnya mempunyai skala 1 : 25.000 atau 1 : 50.000 (atau lebih kecil).
Acapkali skala yang lebih besar, seperti skala 1 : 25.000 atau 1 : 12.500
umumnya merupakan pembesaran dari skala 1 : 50.000. dengan demikian, relief
bumi yang seharusnya muncul pada skala 1 : 25.000 atau lebih besar, akan tidak
muncul, dan sama saja dengan peta skala 1 : 50.000. Dengan demikian, sasaran /
objek interpretasi akan berlainan dari setiap skala peta yang digunakan.
Perhatikan Tabel 3-3 dibawah. Walaupun demikian, interpretasi pada peta
topografi tetap ditujukan untuk menginterpretasikan batuan, struktur dan proses
yang mungkin terjadi pada daerah di peta tersebut, baik analisa secara
kualitatif, maupun secara kuantitatif.
Dalam interpretasi peta topografi, prosedur umum yang biasa
dilakukan dan cukup efektif adalah: 1). Menarik semua kontur yang menunjukkan
adanya lineament /kelurusan; 2). Mempertegas (biasanya dengan cara mewarnai)
sungai-sungai yang mengalir pada peta, 3). Mengelompokan pola kerapatan kontur
yang sejenis.
Tabel 3.2 Contoh skala peta dan satuan geomorfologi
Skala
|
Contoh
satuan geomorfologi
|
1
: 250.000
|
Zona
fisiografi : geoantiklin Jawa, pegunungan Rocky, Zona patahan Semangko
|
1 :
100.000
|
Sub
fisiografi : Komplek dieng, Perbukitan kapur selatan, dan lainnya, Plateau
Rongga
|
1
: 50.000
|
Perbukitan
Karst Gn. Sewu, Perbukitan Lipatan Karangsambung, Delta Citarum, Dataran
Tinggi Bandung, dan lainnya
|
1
: 25.000
|
Lembah
Antiklin Welaran, Hogback Brujul – Waturondo, Bukit Sinklin Paras, Kawah
Upas, dan lainnya
|
1
: 10.000
|
Lensa
gamping Jatibungkus, Sumbat Lava Gn. Merapi, Longsoran Cikorea
|
1
: 10.000 <
|
Aliran
Lumpur di ……, rayapan di km……,Erosi alur di……, dsb
|
Tabel 3.3 Hubungan antara skala peta dan pengenalan
terhadap objek geomorfologi.
Skala
|
||||
Objek Geomorfologi
|
1:2.500
s/d
1:10.000
|
1:10.000
s/d
1:30.000
|
Lebih
Kecil dari
1:30.000
|
|
Regional / bentang alam
(Contoh : jajaran Pegunungan, perbukitan lipatan dan
lainnya )
|
Buruk
|
Baik
|
Baik –
Sangat baik
|
|
Lokal/bentuk alam darat
(Contoh :korok, gosong pasir, questa, dan lainnya
|
Baik –
Sangat Baik
|
Baik–Sedang
|
Sedang-
Buruk
|
|
Detail/proses geomorfik
(contoh: longsoran kecil, erosi parit, dan lainnya
|
Sangat Baik
|
Buruk
|
Sangat buruk
|
·
Pada butir 1, penarikan lineament biasa dengan
garis panjang, tetapi dapat juga berpatah-patah dengan bentuk garis-garis lurus
pendek. Kadangkala, setelah pengerjaan penarikan garis-garis garis-garis pendek
ini selesai, dalam peta akan terlihat adanya zona atau trend atau arah yang
hampir sama dengan garis-garis pendek ini.
·
Pada butir 2, akan sangat penting untuk
melihat pola aliran sungai (dalam satu peta mungkin terdapat lebih dari satu
pola aliran sungai). Pola aliran sungai merupakan pencerminan keadaan
struktur yang mempengaruhi daerah tersebut.
·
Pada butir 3, pengelompokan kerapatan kontur
dapat dilakukan secara kualitatif yaitu dengan melihat secara visual terhadap
kerapatan yang ada, atau secara kuantitatif dengan menghitung persen lereng
dari seluruh peta. Persen lereng adalah persentase perbandingan antara beda
tinggi suatu lereng terhadap panjang lerengnya itu sendiri.
Banyak pengelompokan kelas lereng yang telah dilakukan, misalnya
oleh Mabbery (1972) untuk keperluan lingkungan binaan, Desaunettes (1977) untuk
pengembangan pertanian, ITC (1985) yang bersifat lebih kearah umum dan melihat
proses-proses yang biasa terjadi pada kelas lereng tertentu (lihat tabel 3.4).
Tabel 3-4 Kelas lereng, dengan sifat-sifat proses dan kondisi
alamiah yang kemungkinan terjadi dan usulan warna untuk peta relief secara umum
(disadur dan disederhanakan dari Van Zuidam, 1985)
Kelas
Lereng
|
Sifat-sifat
proses dan kondisi alamiah
|
Warna
|
0
– 20
(0-2
%)
|
Datar
hingga hampir datar; tidak ada proses denudasi yang berarti
|
Hijau
|
2
– 40
(2-7
%)
|
Agak
miring; Gerakan tanah kecepatan rendah, erosi lembar dan erosi alur (sheet
and rill erosion). rawan erosi
|
Hijau
Muda
|
4
– 80
(7
– 15 %)
|
Miring;sama
dengan di atas, tetapi dengan besaran yang lebih tinggi. Sangat rawan erosi
tanah.
|
Kuning
|
8 –
160
(15
-30 %)
|
Agak
curam; Banyak terjadi gerakan tanah, dan erosi, terutama longsoran yang
bersifat nendatan.
|
Jingga
|
16
– 350
(30
– 70 %)
|
Curam;Proses
denudasional intensif, erosi dan gerakan tanah sering terjadi.
|
Merah
Muda
|
35
– 550
(70
– 140 %)
|
Sangat
curam; Batuan umumnya mulai tersingkap, proses denudasional sangat intensif,
sudah mulai menghasilkan endapan rombakan (koluvial)
|
Merah
|
>550
(>140
%)
|
Curam
sekali, batuan tersingkap; proses denudasional sangat kuat, rawan jatuhan
batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas).
|
Ungu
|
>550
(>140
%)
|
Curam
sekali Batuan tersingkap; proses denudasional sangat kuat, rawan jatuhan
batu, tanaman jarang tumbuh (terbatas).
|
Ungu
|
·
Dalam interpretasi batuan dari peta topografi,
hal terpenting yang perlu diamati adalah pola kontur dan aliran sungai.
·
Pola kontur rapat menunjukan batuan keras, dan
pola kontur jarang menunjukan batuan lunak atau lepas.
·
Pola kontur yang menutup (melingkar) diantara
pola kontur lainnya, menunjukan lebih keras dari batuan sekitarnya.
·
Aliran sungai yang membelok tiba-tiba dapat
diakibatkan oleh adanya batuan keras.
·
Kerapatan sungai yang besar, menunjukan bahwa
sungai-sungai itu berada pada batuan yang lebih mudah tererosi (lunak).
(kerapatan sungai adalah perbandingan antara total panjang sungai-sungai yang
berada pada cekungan pengaliran terhadap luas cekungan pengaliran sungai-sungai
itu sendiri).
Dalam interpretasi struktur geologi dari peta topografi, hal
terpenting adalah pengamatan terhadap pola kontur yang menunjukkan adanya
kelurusan atau pembelokan secara tiba-tiba, baik pada pola bukit maupun arah
aliran sungai, bentuk-bentuk topografi yang khas, serta pola aliran sungai.
Beberapa contoh kenampakan Geologi yang dapat diidentikasi dan dikenal pada
peta topografi:
·
Sesar, umumnya ditunjukan oleh adanya pola kontur rapat yang menerus
lurus, kelurusan sungai dan perbukitan, ataupun pergeseran, dan pembelokan
perbukitan atau sungai, dan pola aliran sungai parallel dan rectangular.
·
Perlipatan, umumnya ditunjukan oleh pola aliran sungai
trellis atau parallel, dan adanya bentuk-bentuk dip-slope yaitu suatu
kontur yang rapat dibagian depan yang merenggang makin kearah belakang. Jika
setiap bentuk dip-slope ini diinterpretasikan untuk seluruh peta, muka
sumbu-sumbu lipatan akan dapat diinterpretasikan kemudian. Pola dip-slope
seperti ini mempunyai beberapa istilah yang mengacu pada kemiringan
perlapisannya.
·
Kekar, umumnya dicirikan oleh pola aliran sungai rektangular, dan
kelurusan-kelurusan sungai dan bukit.
·
Intrusi, umumnya dicirikan oleh pola kontur yang
melingkar dan rapat, sungai-sungai mengalir dari arah puncak dalam pola radial
atau anular.
·
Lapisan mendatar, dicirikan oleh adanya areal dengan pola kontur yang jarang dan
dibatasi oleh pola kontur yang rapat.
·
Ketidakselarasan
bersudut, dicirikan oleh pola kontur rapat dan
mempunyai kelurusan-kelurusan seperti pada pola perlipatan yang dibatasi secara
tiba-tiba oleh pola kontur jarang yang mempunyai elevasi sama atau lebih
tinggi.
·
Daerah mélange, umumnya dicirikan oleh pola-pola kontur
melingkar berupa bukit-bukit dalam penyebaran yang relative luas, terdapat
beberapa pergeseran bentuk-bentuk topografi, kemungkinan juga terdapat beberapa
kelurusan, dengan pola aliran sungai rektangular atau contorted.
·
Daerah Slump, umumnya dicirikan oleh banyaknya pola
dip-slope dengan penyebarannya yang tidak menunjukan pola pelurusan, tetapi
lebih berkesan “acak-acakan”. Pola kontur rapat juga tidak menunjukan kelurusan
yang menerus, tetapi berkesan terpatah-patah.
·
Gunung api, dicirikan umumnya
oleh bentuk kerucut dan pola aliran radial, serta kawah pada puncaknya untuk
gunung api muda, sementara untuk gunung api tua dan sudah tidak aktif,
dicirikan oleh pola aliran anular serta pola kontur melingkar rapat atau
memanjang yang menunjukan adanya jenjang volkanik atau korok-korok.
·
Karst, dicirikan oleh pola kontur melingkar yang khas
dalam penyebaran yang luas, beberapa aliran sungai seakan-akan terputus,
terdapat pola-pola kontur yang menyerupai bintang segi banyak, serta pola aliran
sungai multibasinal.
·
Pola karst ini agak mirip dengan pola perbukitan seribu yang biasanya
terjadi pada kaki gunung api. Walaupun dengan pola kontur yang melingkar dengan
penyebaran cukup luas, tetapi umumnya letaknya berjauhan antara satu pola
melingkar dengan lainnya, dan tidak didapat pola kontur seperti bintang segi
banyak.
Pada peta batuan resisten diwakili oleh pola kontur yang rapat,
sedangkan batuan non-resisten diwakili oleh pola kontur yang renggang. Bagian
sebelah atas peta memperlihatkan bentuk dan pola kontur yang rapat dengan
tekstur yang relatif tidak teratur dan ditafsirkan tersusun dari batuan
metamorf.
Kedudukan lapisan batuan (strike/dip) dapat ditafsirkan dengan
melihat arah dari pola kerapatan kontur dan arah kemiringan lapisan ditafsirkan
ke arah spasi kontur yang semakin renggang.
0 komentar:
Posting Komentar